Category Archives: Uncategorized

MENINGGALKAN DAKWAH MENUAI BENCANA



عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ :وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلاَ يُسْتَجَابُ لَكُمْ

Dari Hudzaifah bin al-Yaman, dari Nabi saw., beliau bersabda, “Demi Zat Yang jiwaku ada dalam genggaman tangan-Nya, sungguh kalian benar-benar melakukan amar makruf nahi mungkar atau hampir-hampir Allah menimpakan atas kalian sanksi dari-Nya, kemudian kalian berdoa kepada-Nya dan doa kalian tidak dikabulkan” (HR. at-Tirmidzi dan al-Baihaqi).

Hadits ini tercantum dalam Sunan at-Tirmidzi (2095), Musnad Ahmad (22212), Sunan al-Kubra (18547) dan Syu’ab al-Iman al-Baihaqi (7296). Imam at-Tirmidzi menyebut hadits ini statusnya hasan.

Walladzi nafsȋ biyadih (demi zat yang jiwaku ada dalam genggamannya) merupakan redaksi sumpah yang sering Baginda Saw gunakan, yang mengandung pengertian, urusan jiwa seorang hamba berada di tangan Allah, baik takdir dan nasibnya. Hadits ini menunjukkan kebolehan bersumpah terhadap perkara yang sudah jelas, sebagai penggugah agar disadari bahwa perkara yang dibicarakan sangat agung, demikian penjelasan Ibnu Hajar dalam Fath al-Bȃri.

Jika dicermati, redaksi hadits banyak memuat penegasan atau taukid. Dimulai dari sumpah sebagaimana diatas, lalu lam sumpah beserta nun taukid ‘lata’murunna’, kemudian diulang kembali pola tersebut dalam ‘latanhaunna’. Karena itu penegasan atau taukid dalam hadits ini berfungsi untuk menguatkan kandungan makna, serta menambah pengaruh makna tersebut ke dalam jiwa pendengar. Sehingga seolah-olah Rasul saw menyatakan ‘jika kalian tidak melakukan amar makruf nahi mungkar maka sebagai gantinya Allah akan segera menurunkan siksa pada kalian’.

Mengenai amar makruf nahi mungkar, sudah banyak penjelasan ulama terkait hal ini. Namun yang paling penting, sebagaimana penjelasan penulis kitab al-Ahzȃb as-Siyȃsiyyah, yang dimaksud ma’rûf adalah setiap perkara yang dituntut pembuat syariat dan terdapat dalil syara yang menunjukannya sebagai kemakrufan. Sedangkan munkar adalah setiap perkara yang terbukti munkar berdasarkan syariat yang wajib diingkari, baik kemungkaran itu dilakukan oleh individu, organisasi, partai, atau negara.

Adapun kata ausyaka yang ada dalam kalimat layûsyikanna (sungguh hampir-hampir), menunjukan begitu dekat sebuah kejadian (siksaan), artinya siksaan itu bukan ditunda di akhirat tapi akan segera terjadi di dunia dalam waktu dekat terhadap mereka yang berpaling meninggalkan perkara yang Allah perintahkan. Sebab kata tersebut termasuk al-afȃl muqȃrabah, yakni kata kerja yang menunjukan bahwa peristiwa yang diberitakan akan terjadi dalam waktu dekat.

Mengenai siksaan yang Allah turunkan akibat meninggalkan amar makruf nahi munkar, beberapa pensyarah hadits saling melengkapi, yang pada intinya siksaan ini bisa berupa: (1) kemunculan penguasa yang zhalim, (2) penjajahan musuh. (3) atau azab dari Allah, dan lain sebagainya.

Mengenai kemunculan penguasa zhalim, jika dikaitkan dengan amar makruf nahi mungkar, tentu sangat relevan. Sebab solusi agar penguasa tidak zhalim adalah dengan menerapkan aturan yang adil, yakni syariah Islam. Agar penguasa bisa adil, perlu ada yang menasihati dan mengkritiknya, sebagai bagian dari aktivitas amar makruf nahi munkar, karena itu dalam riwayat lain disebutkan:

إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا ظَالِمًا فَلَمْ يَأْخُذُوا عَلَى يَدَيْهِ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللَّهُ بِعِقَابٍ مِنْهُ

“Sungguh manusia itu, jika melihat orang zalim dan mereka tidak menindak dia, hal itu akan mempercepat Allah menimpakan azab-Nya kepada mereka secara umum.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ahmad dan Ibu Hibban)

Adapun penguasaan atau penjajahan musuh terhadap umat Islam, jika dikaitkan dengan amar makruf nahi mungkar relevan juga. Sebab umat Islam jika mulai meninggalkan identitasnya sebagai seorang muslim, menjauhi syariah Islam, sehingga menyebabkannya cinta dunia dan takut mati, maka disaat itulah musuh Islam akan menyerang umat Islam. Rasul saw bersabda:

يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَة إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ، قَالَ: بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيْرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللهُ مِنْ صُدُوْرِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَة مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ الله فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ، فَقَالَ قَائِلٌ يَارَسُولَ الله وَمَا الْوَهَنُ قَالَ: حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَة الْمَوْتِ

“Berbagai bangsa nyaris saling memanggil untuk melawan kalian sebagaimana orang-orang saling memanggil untuk menyantap hidangan mereka.” Salah seorang bertanya, “Apakah karena kami ketika itu sedikit?” Rasul menjawab, “Bahkan kalian pada hari itu banyak. Akan tetapi, kalian laksana buih di lautan. Sungguh Allah mencabut ketakutan dan kegentaran terhadap kalian dari dada musuh-musuh kalian. Allah pun menanamkan di hati kalian al-wahn.” Salah seorang bertanya, “Apakah al-wahn itu, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan benci kematian.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Ditegaskan dalam al-Amr bi al-Ma’rûf wa an-Nahy ‘an al-Munkar (Ushûluh wa Dhawȃbithuh wa Ȃdȃbuh), bahwa siksaan akibat meninggalkan amar makruf nahi munkar itu beragam bentuknya, ada yang berupa bencana kehancuran karena gempa, banjir, berkurangnya jiwa akibat perang atau wabah, gagal panen semisal buah-buahan; ada juga berupa bencana angin, dikalahkan musuh, atau orang jahat berkuasa dan memerintah kaum muslim. Yang pasti siksaan berupa azab dari Allah, akibat meninggalkan amar makruf nahi mungkar, akan menimpa masyarakat secara umum, sebagaimana diterangkan hadits berikut:

إِنَّ اللَّهَ لَا يُعَذِّبُ الْعَامَّةَ بِعَمَلِ الْخَاصَّةِ، حَتَّى تَعْمَلَ الْخَاصَّةُ بِعَمَلٍ تَقْدِرُ الْعَامَّةُ أَنْ تُغَيُّرَهُ وَلاَ تُغَيُّرُهَ فَذَاكَ حِيْنَ يَأْذَنُ اللهُ فِيْ هَلاَكِ الْعَامَّةِ و الْخَاصَّةِ

“Sungguh Allah tidak mengazab masyarakat secara umum karena perbuatan orang-perorang sampai orang-orang tertentu melakukan perbuatan (kemungkaran) dan masyarakat umum mampu mengubahnya tetapi mereka tidak mengubahnya. Ketika itu Allah menimpakan kebinasaan atas masyarakat umum maupun orang-orang tertentu.” (HR. Ahmad dan ath-Thabarani).

Dengan demikian tampak jelas dari hadits riwayat imam at-Tirmidzi, amar makruf nahi mungkar adalah sebuah kewajiban, meninggalkannya berdosa. Hal ini bisa diketahui dari ancaman yang termaktub dalam matan hadits tersebut, baik berupa diturunkannya siksa-azab (‘iqȃban minhu) atau ditolaknya doa (falȃ yustajȃb lakum) karena meninggalkan amar makruf nahi mungkar. Maka berdasarkan hadits tersebut, membumikan dakwah menyeru kembali pada Syariah Islam, adalah satu-satunya cara agar sebuah negeri muslim selamat dari bencana atau azab. Wallȃhu a’lam.

Read the rest of this entry

Ikhlas dan Taat

Oleh: DR H Azi Ahmad Tajuddin, M.Ag.

(Mudir Ma’had Uswatun Hasanah, Purwakarta. Mua’llim EQTC)

Kalimat tauhid “Laa Ilaaha Illa Allah Muhammad[un] Rasul Allah” melahirkan dua konsekwensi yaitu Ikhlas dan taat. Itulah hakikat Iman kepada Allah subhanahu wata’la. Ikhlas dalam beragama berarti menegasikan Tuhan selain Allah, maka jika beragama bukan untuk Allah, pasti ada Tuhan lain selain Allah.

Ikhlas dalam beragama seperti kain putih. Warna putih itu mencerminkan kepasrahan karena ia selalu siap untuk diwarnai oleh warna apapun. Begitupun gambaran hati yang ikhlas, kepasrahan dan ketundukannya hanya kepada Allah dan Rasul-Nya (sam'[an] wa tha’at[an].
.
Musuh ikhlas adalah syirik, dan pelakunya dinamakan musyrik. Syirik merupakan penyakit yang akan mengotori kesucian hati. Jika penyakit itu menyerang hati, maka hati akan menjadi sakit. Orang sakit itu mudah lesu, cape dan tidak bersemangat. Begitulah gambaran orang yang tidak ikhlas dalam beragama. Maka jika beribadah sudah mulai terasa cape, bosan dan tidak bersemangat, evaluasi kembali tujuan dan motif ibadah kita, ajukan pertanyaan yang paling mendasar, untuk siapa kita beribadah?
.
Syirik akan melahirkan nifaq, dan pelakunya dinamakan munafiq. Orang munafiq hatinya sakit. Al-Qur’an menyebut dengan istilah maradh (sakit). Orang sakit itu lidahnya tidak bisa membedakan makanan yang enak dan yang tidak, bahkan jika sudah sakit, banyak makanan yang enak menurut orang sehat, tidak boleh dimakan oleh orang sakit. Sebaliknya, obat yang rasanya pahit harus dikonsumsi setiap saat oleh orang sakit.
.
Hati menjadi sakit karena ketulusa itu sudah hilang. Kesucian itu sudah terkontaminasi oleh campuran-campuran duniawi yang menjadi tuhan selain Allah. Tuhan-tuhan itu berupa harta, tahta dan wanita yang menggerakkan hati mereka dalam beragama. Setiap kali Allah menyeru melalu kalam-Nya dalam al-Qur’an,
tuhan-tuhan itu akan merespon dengan semangat jika seruan itu mendatangkan keutungan baginya; sebaliknya jika seruan itu tidak menguntungkan bahkan akan mengancam kedudukan tuhannya, maka seruan itu akan dibiarkan, ditolak, bahkan dianggap bahaya yang harus dimusuhi bersama.
.
Orang munafiq jika melaksanakan shalat, shalatnya tidak serius, malas-malasan karena motifnya mengharapkan pujian dan sanjungan manusia saja. Apapun bentuk ibadah yang mereka lakukan, tentu itu hanya pencitraan saja agar Allah tertipu oleh bajunya, pecinya, sarungnya, bacaan al-Qur’an dan amal-amal lainnya. Kewajiaban-kewajiban agama yang sepele pun akan dirasa berat, sulit jika bertentangan dengan hawa nafsu yang telah menjadi tuhannya, maka agama hanya dijadikan bahan senda gurau dan ejekan saja.
.
Gambaran nyata itulah yang Allah sampaikan dalam al-Qur’an melalui prilaku ahli kitab (Yahudi&Nasrani). Mereka menolak Risalah Islam yang disampaikan oleh Muhammad shallahu alayhi wasallam hanya karena ia bukan golongan mereka yaitu Bani Israil. Kedengkian dan penolakan itu merupakan cermin dari kepalsuan iman mereka kepada Allah karena tidak mentaati utusan-Nya.
.
Topeng-topeng kepalsuan itu sengaja Allah singkapkan kepada kita melalui ayat-ayat al-Qur’an secara gamlang agar kita mengambil pelajaran. Sebenarnya mereka itu tidak beriman kepada Allah, tetapi mereka hanya mengaku saja beriman, karena bagi mereka pengakuan iman itu memiliki daya jual yang dapat meraup keuntungan dunia.
.
Jika prilaku beragama orang munafiq seperti itu, lantas kepada siapa sesungguhnya mereka beriman ? Allah Subhanahu wata’la membantah pengakuan iman mereka dalam al-Qur’an:

HUKUM KELUAR DARI NEGERI TEMPAT TERJADINYA WABAH PENYAKIT

EKSPRESI KEGEMBIRAAN

Oleh: Yuana Ryan Tresna

Kita akan mengambil pelajaran dari kisah Persia dan Romawi. Menarik bagi kita mencermati bagaimana ekspresi kegembiraan Rasulullah ﷺ dan para shahabat ketika mendengar kabar kemenangan Romawi atas Persia.

Allah menyebutkan dalam firmanNya,

غُلِبَتِ الرُّومُ (2) فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ (3) فِي بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ الْأَمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ (4)

“Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang terdekat, dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang (mengalahkan Persia) dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman.” (QS Ar-Rum: 2-4)

Telah diriwayatkan dalam sebuah hadits, bahwa orang-orang Persia menyerang orang-orang Romawi akhirnya kedua pasukan itu bertemu di Azri‘at dan Busra, dua daerah yang terletak di negeri Syam.

Read the rest of this entry

MENOLAK SYUBHAT-SYUBHAT ANTI POLIGAMI

*OLEH : KH. M. SHIDDIQ AL JAWI*

Berikut ini adalah bantahan terhadap beberapa syubhat-syubhat yang pada pokoknya adalah anti poligami.

*Syubhat Pertama : Katanya Poligami Hanya Boleh Dalam Kondisi Darurat*

Ada orang yang menolak poligami dengan ungkapan bahwa poligami adalah “emergency exit door” (pintu keluar darurat).

Ini tidak benar dan tidak sesuai dengan pengertian darurat dalam fiqih dan ushul fiqih.

Read the rest of this entry

Sepenggal Kisah Aljazair

Rahasia Aljazair

“Dengan takluknya Aljazair di tangan Prancis, kita telah membentangkan jalan kepada Paus untuk membuka gerbang kristenisasi Afrika.”
—Victor de Ghaisne de Bourmont, Jenderal Militer Prancis

Jarang-jarang kita mendengar tentang Afrika Utara, apalagi tentang sebuah negeri bernama Aljazair. Paling mentok, mungkin kita hanya akan ingat bahwa Aljazair adalah negara asal Zinedine Zidane. Padahal, dalam sejarah Umat Islam, negeri ini adalah salah satu potongan penting yang hilang dari puzzle sejarah kita.

Read the rest of this entry

Hukum Syara’ Tentang Bay’ as-Salam dan Hubungannya Dengan Penjualan Rumah Sebelum Dibangun

Soal:
Bismillahi ar-Rahman ar-Rahim
Assalâmu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu. Akhiy, semoga Allah senantiasa menjagamu. Apakah Anda punya respon tuntas terhadap pertanyaan ini:

Apakah perusahaan kontraktor (phoprolos) –perusahaan menjual rumah sebelum dibangun- termasuk bay’ as-salam atau tidak? Dan apakah ini boleh secara syar’iy, yakni membeli rumah sebelum dibangun?

Jawab:
Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Anda bertanya tentang dua perkara:

Pertama: apakah penjualan rumah sebelum dibangun termasuk bay’ as-salam atau tidak? Dapat dipahami dari pertanyaan Anda bahwa jika itu termasuk bay’ as-salam maka itu boleh sebab bay’ as-salam adalah boleh secara syar’iy…

Kedua: apakah jual beli rumah sebelum dibangun boleh secara syar’iy?

Adapun jawaban atas pertanyaan pertama, maka jual beli rumah sebelum dibangun tidak masuk dalam bab bay’ as-salam. Penjelasannya sebagai berikut:

Read the rest of this entry

Hukum-hukum seputar qurban

Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi

Pengertian Qurban
Kata kurban atau korban, berasal dari bahasa Arab qurban, diambil dari kata : qaruba (fi’il madhi) – yaqrabu (fi’il mudhari’) – qurban wa qurbânan(mashdar). Artinya, mendekati atau menghampiri (Matdawam, 1984).

Menurut istilah, qurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Ibrahim Anis et.al, 1972). Dalam bahasa Arab, hewan kurban disebut juga dengan istilah udh-hiyahatau adh-dhahiyah, dengan bentuk jamaknya al-adhâhi. Kata ini diambil dari kata dhuhâ, yaitu waktu matahari mulai tegak yang disyariatkan untuk melakukan penyembelihan kurban, yakni kira-kira pukul 07.00 – 10.00 (Ash Shan’ani, Subulus Salam, IV/89).

Udh-hiyah adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang disembelih pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah (Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, XIII/155; Al Ja’bari, 1994). Read the rest of this entry

Hukum berqurban dengan cara iuran

Ust M Shiddiq Al Jawi
Tanya :
Ustadz, bolehkah kurban dengan cara iuran? Misalnya sebuah sekolah murid-muridnya iuran, lalu dibelikan kambing untuk kurban.
Adi, Jakarta
Jawab :
Kurban secara iuran (patungan) dalam istilah fiqih disebut dengan istilah “isytirak”, yaitu berserikatnya tujuh orang untuk mengumpulkan uang guna membeli sapi atau unta, lalu mereka menyembelihnya sebagai kurban dan masing-masing berhak atas sepertujuh dari kurban itu. (Hisamudin ‘Ifanah, Al Mufashshal fi Ahkam Al Udhhiyyah, hlm. 88).
Hukum kurban dengan cara iuran dapat dirinci sebagai berikut :
Pertama, iuran tujuh orang untuk berkurban seekor sapi atau unta hukumnya boleh dan sah. Inilah pendapat jumhur ulama Syafi’iyah, Hanafiyah, dan Hanabilah. Namun ulama Malikiyah tidak membolehkan dan tidak menganggap sah. (Imam Nawawi, Al Majmu’, 8/398; Ibnu Qudamah, Al Mughni, 4/438; Al Kasani, Bada`ius Shana`i’, 4/208; Bulghah As Salik, 1/287; Dikutip oleh Hisamudin ‘Ifanah, Al Mufashshal fi Ahkam Al Udhhiyyah, hlm. 89).

Read the rest of this entry

Hukum qurban bagi orang yang sudah meninggal

Tanya :

Ustadz, bolehkah menyembelih qurban untuk orang yang sudah meninggal?

Jawab :

Ada khilafiyah mengenai hukum berqurban bagi orang yang sudah meninggal (al-tadh-hiyyah ‘an al-mayyit).Ada tiga pendapat. Pertama, hukumnya boleh baik ada wasiat atau tidak dari orang yang sudah meninggal. Ini pendapat ulama mazhab Hanafi, Hambali, dan sebagian ahli hadits seperti Imam Abu Dawud dan Imam Tirmidzi. Kedua, hukumnya makruh. Ini pendapat ulama mazhab Maliki. Ketiga, hukumnya tidak boleh, kecuali ada wasiat sebelumnya dari orang yang meninggal. Ini pendapat ulama mazhab Syafi’i. (Hisamuddin Afanah, Al-Mufashshal fi Ahkam Al-Udhhiyah, hlm. 158;  M. Adib Kalkul, Ahkam Al-Udhhiyah wa Al-Aqiqah wa At-Tadzkiyah, hlm. 24; Nada Abu Ahmad, Al-Jami’ li Ahkam Al-Udhhiyah, hlm. 48).

Pendapat pertama berdalil antara lain dengan hadits Aisyah Radhiyallahu ‘Anhabahwa ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi waSallam akan menyembelih qurban, beliau berdoa,”Bismillah, Ya Allah terimalah [qurban] dari Muhammad, dari keluarga Muhammad, dan dari umat Muhammad.” (HR Muslim no 3637, Abu Dawud no 2410, Ahmad no 23351). Hadits ini menunjukkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi waSallam berqurban untuk orang yang sudah meninggal. Sebab beliau telah berqurban untuk keluarga Muhammad dan umat Muhammad, padahal di antara mereka ada yang sudah meninggal. (Hisamuddin Afanah, ibid., hlm. 161). Read the rest of this entry